Universitas Gunadarma

Universitas yang berbasis ilmu komputer dan teknologi informasi.

BAAK Gunadarma

Biro administrasi akademik dan kemahasiswaan di Universitas Gunadarma.

Wata Warga Universitas Gunadarma

Warta Warga adalah “UG Student Journalism” merupakan media publikasi berupa tulisan-tulisan dari mahasiswa UG yang dapat diunggah (upload) dari account UG Studentsite.

UGpedia

UGPEDIA merupakan suatu wadah sumbangsih bagi civitas akademika khususnya dan bagi masyarakat umumnya, disini anda dapat mencari dan memberi arah informasi yang berkaitan dengan Universitas Gunadarma, mulai dari pendaftaran, perkuliahan, alumni, prosedur-prosedur, fasilitas serta hal-hal yang berhubungan dengan istilah yang sering ditemui di lingkup pendidikan universitas.

Library Gunadarma

Perpustakaan Online Gundarma.

Pages

Thursday, October 15, 2015

Membuat Garis Vertikal, Horizontal, dan Diagonal di OpenGL

Nama                  : Fuad Pratama Putra
NPM                   : 13113595
Kelas                   : 3KA26


Sebelum membuat garis di DEV C++ dengan OpenGL, pertama-tama kita harus membuat project baru terlebih dahulu. Berikut caranya :
Lalu, pilih tab multimedia. Klik openGL > pilih C++ Project > beri nama > lalu OK.

Setelah itu pilih dimana project tersebut ingin disimpan, lalu klik "Save".
            Setelah disimpan, program langsung akan membuka lembar kerja yang sudah ada source code untuk OpenGL. Yang harus diubah adalah bagian dibawah komentar :

           
/* OpenGL animation code goes here */
Untuk membuat garis, yuk kita ikuti cara berikut ini :

1.     Membuat Garis Vertikal

glClearColor (0.0f, 0.0f, 0.0f, 0.0f);          {Untuk memilih warna background ketika di bersihkan}
glClear(GL_COLOR_BUFFER_BIT); {Untuk membersihkan layar latar belakang}
glPushMatrix ();                                               {Untuk membuat baris kode menjadi tidak berlaku lagi untuk bagian luar}
glBegin(GL_LINES);                                {Untuk menggambar garis dari titik yang digunakan}
glVertex3f(0,10, 0.10, 13.13);                    {Untuk menentukan titik awal pembuatan garis}
glVertex3f(0.0,0.0,0.0);                                {Untuk menentukan titik akhir pembuatan garis}
glEnd ();                                                           {Untuk mengakhiri gambar garis di titik akhir}
glPopMatrix ();                                             {Untuk membuat baris kode menjadi tidak berlaku untuk bagian luar)
SwapBuffers (hDC);                                        {Untuk menggantikan bagian belakang buffer menjadi buffer layar}
Sleep (1);

Outputnya :
(compile dengan menekan F9 )


2.     Membuat Garis Horizontal

glClearColor (0.0f, 0.0f, 0.0f, 0.0f);          {Untuk memilih warna background ketika di bersihkan}
glClear(GL_COLOR_BUFFER_BIT); {Untuk membersihkan layar latar belakang}
glPushMatrix ();                                               {Untuk membuat baris kode menjadi tidak berlaku lagi untuk bagian luar}
glBegin(GL_LINES);                                {Untuk menggambar garis dari titik yang digunakan}
glVertex3f(-0.6f, 0.0f, 0.0f);                        {Untuk menentukan titik awal pembuatan garis}
glVertex3f(0.6f, 0.0f, 0.0f);                      {Untuk menentukan titik akhir pembuatan garis}
glEnd ();                                                           {Untuk mengakhiri gambar garis di titik akhir}
glPopMatrix ();                                             {Untuk membuat baris kode menjadi tidak berlaku untuk bagian luar)
SwapBuffers (hDC);                                        {Untuk menggantikan bagian belakang buffer menjadi buffer layar}
Sleep (1);

Outputnya :
(compile dengan menekan F9 )


3. Membuat Garis Diagonal

glClearColor (0.0f, 0.0f, 0.0f, 0.0f);          {Untuk memilih warna background ketika di bersihkan}
glClear(GL_COLOR_BUFFER_BIT); {Untuk membersihkan layar latar belakang}
glPushMatrix ();                                               {Untuk membuat baris kode menjadi tidak berlaku lagi untuk bagian luar}
glBegin(GL_LINES);                                {Untuk menggambar garis dari titik yang digunakan}
glVertex3f(-5.0,-5.0,-0.8);                            {Untuk menentukan titik awal pembuatan garis}
glVertex3f(9.9,8.9,0.1);                                {Untuk menentukan titik akhir pembuatan garis}
glEnd ();                                                           {Untuk mengakhiri gambar garis di titik akhir}
glPopMatrix ();                                             {Untuk membuat baris kode menjadi tidak berlaku untuk bagian luar)
SwapBuffers (hDC);                                        {Untuk menggantikan bagian belakang buffer menjadi buffer layar}
Sleep (1);

Outputnya :
(compile dengan menekan F9 )


LOGIKANYA :

               
logika dari pembuatan garis vertika, horizontal, dan juga diagonal memiliki pemahaman yang sama. “glBegin(GL_LINES);” merupakan perintah untuk membuat garis. Selanjutnya “glVertex3f” digunakan untuk menentukan dimana letak garis awal dan akhir pembuatan garis tersebut dengan menentukan koordinatnya. Dalam membuat garis vertikal, horizontal, dan diagonal harus menggunakan koordinat yang berbeda-beda. Setelah anda yakin dengan koordinat yang anda buat. Tekan F9 untuk meng-compile dan me-RUN atau menjalankan program tersebut.

           

Thursday, October 8, 2015

EYD dan Tanda Baca

Perngertian Ejaan


            Ejaan yang disempurnakan memuat kaidah-kaidah bahasa Indonesia, seperti  penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca dan penulisan unsur serapan. Penulisan huruf berkaitan dengan aturan penulisan nama diri, nama jenis, nama sebutan dan huruf pada lambang bilangan. Penulisan kata berkaitan dengan aturan penulisan kata baku, kata depan, kata ulang, gabungan kata dan bentuk singkatan/akronim. Penggunaan tanda-tanda baca dan aturan penyerapan kata asing yang menjadi kosakata bahasa Indinesia.  EYD ini hendaknya menjadi acuan/patokan dalam berbahasa Indonesia agar tidak terjadi kesalahan.

Penulisan Huruf

            Abjad di Indonesia berjumlah 26 huruf yang melambangkan bunyi-bunyi bahasa (fonem), terdiri dari 5 huruf vokal dan 21 huruf konsonan. Bahasa Indonesia juga mengenal gabungan huruf yang padu yang lazim disebut Diftong. Jumlah diftong ada tiga yaitu ai, au, dan oi. Contoh diftong antara lain : pantai, pukau dan amboi.


Huruf pada nama diri dan nama jenis

            Nama diri adalah nomina khusus yang mengacu ke nama geografi, nama orang atau lembaga, dan nama yang berhubungan dengan waktu. nama diri ditulis dengan huruf kapital. Sedangkan nama jenis merujuk kepada jenis tertentu secara umum. Di dalam pedoman EYD nama jenis yang tergolong sebagai nomina umum ditulis dengan huruf kecil.

Nama diri yang diatur penulisannya dalam pedoman umum EYD berhubungan dengan :

1. nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, dan gelar keilmuan yang diikuti nama orang.
contoh  kalimat:
            a. Doktor Salim Said terkenal kritis dalam memberikan ulasan di televisi.
            b. Haji Agus Salim seorang pahlawan pendidikan.

2. nama jabatan pangkat yang diikuti nama orang, instansi atau tempat
contoh kalimat:
            a. Gubernur DKI Jakarta meresmikan pengunaan busway.
            b. Kolonel Suparman berhasil mengungkap kasus korupsi kemarin.

3. nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
contoh kalimat:
            a. Di penghujung tahun 2004 bangsa Indonesia mengalami bencana yang amat besar.
            b. Pulau Jawa terpadat  penduduknya  di Indonesia.
            c. Bahasa Indonesia belum menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.

 

4. nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah
contoh kalimat:
            a.     Peristiwa itu terjadi pada tahun 1343 Hijriah.
            b.     Dahulu pernah terjadi Perang Candu di negeri Cina.

5. nama khas geografi
contoh kalimat:
            a. Salah satu daerah pariwisata di Sumatera adalah Danau Toba.
            b. Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dihubungkan oleh Selat Sunda.

6. nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan
contoh kalimat:
            a. Ayu Utami mengarang novel Saman.
            b. “Kiat Mengatasi Gejala Penyakit Kejiwaan”.


Huruf pada nama julukan atau sebutan

            Nama julukan atau sebutan lain dari sebuah nama diri diperlakukan sebagai nama diri dan dituliskan dengan huruf awal kapital.

Contoh kalimat:
a. Dia tinggal di Bandung, yang mendapat julukan Kota Kembang
b. Aceh (Serambi Mekah) dikejutkan oleh peristiwa gempa bumi dan tsunami.
c. Dia lebih dikenal sebagai Pak Raden daripada Suryadi.

            Kota Kembang, Serambi Mekah, dan pak Raden dituliskan dengan huruf awal kapital karena digunakan sebagai pengganti nama diri atau sebagai nama lain.


Huruf pada lambang bilangan

            Angka digunakan untuk menuliskan lambing bilangan atau nomor yang dinyatakan dengan angka Arab (1,2,3,4…) atau angka Romawi (I,II,III,IV…). Kaidah penggunaan angka  antara lain untuk:

1. menyatakan ukuran panjang, berat, luas dan isi. Misalnya 5 meter, 2 ons dan 100 meter
2. menyatakan satuan waktu, misalnya 5 jam 30 menit
3. menyatakan nilai uang, misalnya Rp 5.000,00, US$ 2,500.00, 100 yen
4. menyatakan kuantitas, misalnya 30 persen, 27 murid
5. melambangkan nomor yang diperlukan pada alamat. Misalnya Cempaka Putih Tengah IV, No. 53.
6. memberi nomor bagian karangan dan ayat suci,
            misalnya :
                        Bab IX, subbab 13, halaman 366
                        Surat Al Ikhlas: 1 – 4

 

 

Kata Baku dan Tidak Baku

            Sebuah kata dapat dinyatakan baku apabila kata tersebut digunakan sebagian besar masyarakat dalam situasi pemakaian bahasa yang bersifat resmi dan menjadi rujukan norma dalam penggunaannya. Sementara itu, sebuah kata dinyatakan tidak baku apabila kata itu menyimpang dari norma kosakata baku (misalnya munculnya unsur kedaerahan atau penyerapan kata asing yang tidak mengikuti kaidah yang berlaku).

Contoh kosakata:
           

No.

Tidak Baku

Baku

1.

kwitansi

kuitansi

2.

telor

telur

3.

sistim

sistem

4.

tampal

tambal

5.

korsi

kursi

 

Kosakata baku memiliki tiga sifat, yakni kebersisteman, kecendekiaan, dan keseragaman.


Kata Depan

            Kata depan dalam bahasa Indonesia adalah di, ke, dan dari. Kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.  Akan tetapi, dalam kenyataannya masih banyak pengguna bahasa yang kurang dapat membedakan kata depan dengan awalan. Untuk mengatasi keraguan, pengguna bahasa dapat menentukan kata depan atau awalan dengan cara berikut:

1. Jika bentuk kata “di” dapat digantikan oleh ”ke” dan ”dari” atau sebaliknya, makna kata ”di” tersebut termasuk kata depan dan harus dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya.

Contoh:
a. Di samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
b. Dari samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.


Kata Ulang

            Kata ulang adalah bentuk kata yang dihasilkan dari proses perulangan dan dituliskan secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Menurut bentuknya kata ulang dibedakan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut:

1.     Kata ulang murni (perulangan kata dasar)
            contoh: cepat-cepat, batuk-batuk, kadang-kadang.

2. Perulangan berubah bunyi
            contoh: bolak-balik, compang-camping, tindak-tanduk

3. Perulangan berimbuhan
            contoh: tolong-menolong, hormat-menghormati, keheran-heranan

4. Perulangan sebagian. Kata ulang ini dalam bahasa Indonesia jumlahnya terbatas.
            contoh: tetamu, lelaki, tetumbuhan.

 

Bentuk Singkatan dan Akronim

            Singkatan adalah bentuk bahasa yang dipendekkan dari kata atau kelompok kata yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan seperti itu banyak dijumpai pada nama diri, seperti nama lembaga dan nama orang, serta kata-kata umum dalam bahasa Indonesia. Singkatan tersebut dapat dituliskan dengan tanda titik atau tanpa tanda titik.

Contoh:

Singkatan tanpa tanda titik               Singkatan dengan tanda titik
BUMN                                             Dr. Ir. Priyono (gelar di depan)
PGRI                                                Bustanuddin, S.S. (gelar di belakang)
BP4                                                  A. S. Nungcik (singkatan nama di depan)
BP7                                                   Emi A.T. (singkatan nama di belakang)

 

            Akronim merupakan singkatan dari deret kata yang dapat berbentuk gabungan huruf, suku kata, atau gabungan huruf dan suku kata. Hasil gabungan itu dianggap dan diperlakukan sebagai kata. Akronim dapat dibedakan atas akronim nama diri dan akronim bukan nama diri. Akronim yang berasal dari nama diri dituliskan dengan huruf awal kapital. Sedangkan akronim yang bukan nama diri dituliskan dengan huruf kecil.

Contoh akronim nama diri:

Depkes                 (Departemen Kesehatan)
Bappenas             (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
Kowad                 (Korps Wanita Angkatan Darat)

Contoh akronim bukan nama diri:

Amdal                  (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
Rapim                  (Rapat Pimpinan)
Waskat                 (Pengawasan Melekat)


Sejarah Ejaan Lama sampai Baru


Sebelum menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ada beberapa perubahan yaitu :

Ejaan Van Ophuijsen.

            Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:

·         huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.

·         huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').

·         tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.

            Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.

            Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.

 

Ejaan Republik.

            Ejaan Republik (edjaan republik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:

·         huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.

·         bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.

·         kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.

·         awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.

            Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

            Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

            Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).

            Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Revisi 1987

Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

Revisi 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

·         'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci

·         'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak

·         'j' menjadi 'y' : sajang → sayang

·         'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk

·         'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat

·         'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir

            awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

            Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

 

Pemakaian tanda baca

            Pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mencakup pengaturan (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda ulang, (15) tanda garis miring dan (16) penyingkat (Apostrof).

 

1.     Tanda titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.

Misalnya:
1) W.S. Rendra  
2) Abdul Hadi W.M.

b. Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan

Misalnya:
1)  Dr. (doktor)
2)  dr. (dokter)

c. Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan dan seterusnya.

Misalnya:
1)  Tebal buku itu 1.150 halaman.  
2)  Minyak tanah sebanyak 2.500 liter tumpah

 

2.     Tanda koma

Ada kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan dan kapan tanda koma tidak digunakan.

a. Tanda koma harus digunakan diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

b. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata tetapimelainkandan sedangkan.

c. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata penghubung bahwa, karena, agar, sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipun dan sebagainya.

 

3.     Tanda titik koma (;)

            Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

Misalnya :
            Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh; para pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya; para penyandang dana menyediakan biaya yang diperlukan 

 

4.     Tanda titik dua (: )

a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu perrnyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.

Misalnya :
            Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan : Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum

b. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri permyataan.

Misalnya :
            Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum.

 

5.     Tanda hubung ( – )

a. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.

Bandingkan:
            Tigapuluh-dua-pertiga (30 2/3) dan tigapuluhdua- pertiga (32/3)

            Mesin-potong tangan (mesin potong yang digunakan dengan tangan) mesin potong-tangan (mesin khusus untuk memotong tangan).

b.     Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan –andan (d) singkatan huruf dengan imbuhan atau kata.

 

6.     Tanda pisah (-)

            Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus diluar bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas dan dipakai di antara dua bilangan atau tunggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau diantara dua nama kota yang berarti ‘ke’ atau ‘sampai’. Panjangnya dua ketukan.

Misalnya:
1) Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2) Pemerintah Orde Baru tahun 1966-sekarang.
3) Bus Kramajati jurusan Banjar-Jakarta.
4) (Moeliono,1980:15-31)

 

7.     Tanda petik (“_”)

            Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.

Misalnya:
1) Kata Hasan, “Saya ikut.”
2) Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar.
3) Ia memakai celana “cutbrai.”

 

8.     Tanda petik tunggal (‘_’)

Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

Misalnya:
            Lailtul Qadar ‘malam bernilai’

 

9.     Tanda Elipsis (…)

a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus

Misalnya:
            Kalau begitu …ya, marilah kita bergerak.

b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.

Misalnya:
            Sebab-sebab kemerosotan …akan diteliti lebih lanjut.

 

10. Tanda Tanya (?)

a. Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
b. Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Misalnya:
1) Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).  
2) Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.


11. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan ataupun rasa emosi yang kuat.

Misalnya:
1) Alangkah seramnya peristiwa itu!   
2) Bersihkan kamar itu sekarang juga!

12. Tanda Kurung ((…))

a. Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
b. Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.

 

13. Tanda Kurung Siku ([...])

a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.

b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

 

14. Tanda Garis Miring ( / )

            Tanda garis miring dipakai didalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

 

15. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )

            Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

 

SUMBER :

·         http://dutapraja.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-ejaan-lama-hingga-menjadi-ejaan.html

·         http://danarnoor.blogspot.co.id/2014/11/tanda-baca-eyd-ejaan-yang-disempurnakan.html

·         http://darkzone7.blogspot.co.id/2013/10/eyd-dan-tanda-baca.html

 

 

Ragam Bahasa & Laras Bahasa

Pengertian Ragam Bahasa dan Jenis Jenisnya

Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa. Bachman (1990, dalam Angriawan, 2011:1), menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik  yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dengan kata lain, ragam bahasa adalah variasi bahasa yang berbeda-beda yang disebabkan karena berbagai faktor yang terdapat dalam masyarakat, seperti usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan dan profesi, latar belakang budaya daerah, dan sebagainya.

Akibat berbagai faktor yang disebutkan di atas, maka Bahasa Indonesia pun mempunyai ragam bahasa. Chaer (2006:3) membagi ragam Bahasa Indonesia menjadi tujuh ragam bahasa.

Pertama, ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam bahasa ini disebut dengan istilah idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang menjadi ciri khas individu atau seseorang pada saat berbahasa tertentu. 

Kedua, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari wilayah tertentu, yang biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya, ragam Bahasa Indonesia dialek Bali berbeda dengan dialek Yogyakarta.

Ketiga, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu, biasanya disebut sosiolek. Misalnya ragam bahasa masyarakat umum ataupun golongan buruh kasar tidak sama dengan ragam bahasa golongan terdidik.

Keempat, ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, seperti kegiatan ilmiah, sastra, dan hukum. Ragam ini disebut juga dengan istilah fungsiolek, contohnya ragam bahasa sastra dan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa sastra biasanya penuh dengan ungkapan atau kiasan, sedangkan ragam bahasa ilmiah biasanya bersifat logis dan eksak.

Kelima, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi. Biasa disebut dengan istilah bahasa baku atau bahasa standar. Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Bahasa baku biasanya dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat menyurat dan rapat resmi, serta tidak dipakai untuk segala keperluan tetapi hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar itu biasanya dipakai ragam tak baku.      

Keenam, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi informal atau tidak resmi yang biasa disebut dengan istilah ragam nonbaku atau nonstandar. Dalam ragam ini kaidah-kaidah tata bahasa seringkali dilanggar.

Ketujuh, ragam bahasa yang digunakan secara lisan yang biasa disebut bahasa lisan. Bahasa lisan sering dibantu dengan mimik, gerak anggota tubuh, dan intonasi. Sedangkan lawannya, ragam bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan hal-hal di atas. Oleh karena itu, dalam ragam bahasa tulis harus diupayakan sedemikian rupa agar pembaca dapat menangkap dengan baik bahasa tulis tersebut.

Selain itu, Moeliono (1988, dalam Abidin, 2010:1) juga membagi ragam bahasa menurut sarananya menjadi ragam lisan dan  ragam tulis. Ragam lisan yaitu ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan yang terikat oleh kondisi, ruang dan waktu sehingga situasi saat pengungkapan dapat membantu pemahaman pendengar. Sedangkan ragam tulis adalah ragam bahasa yang dipergunakan melalui media tulis, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu.

            Penggunaan kedua ragam bahasa ini juga umumnya berbeda. Penggunaan ragam bahasa lisan mempunyai keuntungan, yaitu karena ragam bahasa lisan digunakan dengan hadirnya lawan bicara, serta sering dibantu dengan mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan intonasi ucapan. Sedangkan dalam bahasa tulis, mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan intonasi tidak mungkin diwujudkan. 

 

Situasi pemakaian, sikap, dan hubungan sosial penutur.

            Berdasarkan hal ini, timbul ragam formal, semiformal, dan nonformal. Ragam formal digunakan pada situasi resmi atau formal, seperti di kantor, dalam rapat, seminar, atau acara-acara kenegaraan. Ragam formal menggunakan kosakata baku dan kalimatnya terstruktur lengkap. Ragam formal juga dipakai jika penutur berbicara pada orang yang disegani atau dihormati, misalnya pimpinan perusahaan. Ragam semiformal dan nonformal biasa dipakai pada situasi tidak resmi seperti di warung, di kantin, di pasar, pada situasi santai, dan akrab. Ragam semiformal dan formal dibedakan oleh pemilihan katanya. Ragam formal menggunakan kalimat yang tidak lengkap gramatikalnya dan kosakata yang dipilih cenderung tidak baku, sedangkan ragam nonformal relatif sama dengan ragam informal hanya pilihan katanya lebih luwes atau bebas. Kata-kata daerah atau gaul dapat digunakan sepanjang masing-masing penuturnya memahami dan tak terganggu dengan penggunaan kata tersebut.

Contoh:

1. Kalau soal itu, saya nggak tau persis. ( informal/semiformal )
2. Emangnya kamu nggak dikasih kupon. ( semiformal )
3. Kalau soal itu, ogut nggak tau deh. ( nonformal )
4. Emangnya situ nggak ngantor, Mas. ( nonformal )

 

Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dan Tulisan

 

     Ragam Bahasa Lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.  Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya  :

1.    Memerlukan kehadiran orang lain,
2.    Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap,
3.    Terikat ruang dan waktu dan
4.    Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:

1.    Dapat disesuaikan dengan situasi.
2.    Faktor  efisiensi.
3.    Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
4.    Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
5.    Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
6.    Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.

Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:

1.    Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
2.    Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
3.    Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
4.    Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal.

      Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata. Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:

a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

     Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis juga memiliki kelemmahan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari ragam bahasa tulis diantaranya:

·         Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.

·         Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.

·         Sebagai sarana memperkaya kosakata.

·         Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis diantaranya sebagai berikut:

·         Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.

·         Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.

·         Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

     Berdasarkan beberapa cirri serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh ragam bahasa lisan maupun tulis, berikut ini dapat kita tarik beberapa perbedaan diantara kedua ragam bahasa tersebut.

• Bahasa lisan didukung isyarat paralinguistik.
• Bahasa tulis dapat menyimpan informasi tanpa bergantung pada ruang dan waktu.
• Bahasa tulis dapat memindahkan bahasa dari bentuk oral ke bentuk visual, memungkinkan kata-kata lepas dari konteks aslinya.
• Sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa tulis.
• Bahasa tulis banyak mengandung penanda metalingual yang menghubungkan antara frasa-klausa.
• Struktur bahasa tulis umumnya subjek-predikat, bahasa lisan memiliki struktur ‘topik-sebutan’ (topic-comment) (Givon).
• Bahasa lisan jarang menggunakan konstruksi pasif.
• Bahasa lisan sering mengulangi bentuk sintaksis.
• Bahasa lisan dapat diperhalus sambil terus berbicara.

 

Pengertian Laras Bahasa

            Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.

 

            Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar.

Definisi Laras Bahasa Dari Berbagai Ahli

            Ure dan Ellis telah menyatakan pada 1977 bahawa laras bahasa adalah sejenis pencorakan bahasa yang kerap kali digunakan dalam sesuatu situasi komunikatif.

Za’ba (1962) menerangkan laras ialah rupa susuk bahasa yang dipakai apabila bercakap atau mengarang, iaitu tentang perkataannya, ikatan ayatnya, jalan bahasanya, cara susunannya atau bentuk peribahasanya.

            Halliday (1968) mendefinisikannya sebagi variasi bahasa berlainan berdasarkan fungsi atau dengan kata yang lebih mudah laras berubah mengikut situasi. Beliau mendasarkan perbezaan laras yang digunakan kepada dua faktor, iaitu pengguna dan penggunaan. Variasi bahasa yang timbul yang berkaitan dengan penggunanya, iaitu yang melibatkan tempat asal seseorang ialah dialek dan variasi bahasa yang berkaitan dengan penggunaannya, iaitu yang berlainan mengikut kumpulan sosial yang menggunakannya ialah register atau laras.

             Naomi S. Baron (1979) mentakrifkan laras sebagai variasi linguistik (linguistic variation) yang ditentukan oleh keadaan sosial yang wujud pada ketika tertentu.

Dwight Bolinger (1981) dan rakannya mendefinisikan laras sebagai bentuk atau variasi bahasa yang digunakan dalam peristiwa berkomunikasi dan mereka menambah, laras dengan bentuk bahasa yang digunakan dalam ucapan umum seperti yang digunakan oleh seseorang pemidato saling berkaitan.

Penggunaan laras bahasa ditentukan oleh dua faktor,

 

Ciri-ciri keperihalan sesuatu peristiwa bahasa

– Situasi luaran
            berdasarkan latar belakang social dan kebudayaan sesuatu masyarakat bahasa

– Situasi persekitaran
            berdasarkan aspek-aspek yang terlibat dalam penggunaan bahasa mengikut empat faktor berikut:

Cara penyampaian (lisan, bertulis, bahasa isyarat dan sebagainya.
Hubungan social dan peribadi antara pengguna bahasa

iii. Bahan yang diperkatakan

Fungsi-fungsi social perlakuan bahasa (rasmi/ tidak rasmi)

Ciri-ciri linguistik

– unsur-unsur sistem bahasa itu iaitu aspek bunyinya, aspek perkataannya serta frasa dan ayatnya.
– Pemisah utama laras ialah tatabahasa dan perbendaharaan kata.

– Aspek bunyi – nada suara (drama ,ucapan dll).
– Aspek perkataan –perkataan khusus berdasarkan bidang, unsur kolokasi (dua perkataan yang berkaitan), perkataan pinjaman
– Aspek ayat, dari segi binaan, susunan, dan panjang pendek

Sumber :

·         http://bahasaindonesiayh.blogspot.co.id/2012/05/ragam-bahasa.html

·         http://shareforgoodpeople.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-ragam-bahasa-lisan-dan-ragam.html