Perngertian Ejaan
Ejaan yang disempurnakan memuat kaidah-kaidah bahasa Indonesia,
seperti penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca dan penulisan
unsur serapan. Penulisan huruf berkaitan dengan aturan penulisan nama diri,
nama jenis, nama sebutan dan huruf pada lambang bilangan. Penulisan kata
berkaitan dengan aturan penulisan kata baku, kata depan, kata ulang, gabungan
kata dan bentuk singkatan/akronim. Penggunaan tanda-tanda baca dan aturan
penyerapan kata asing yang menjadi kosakata bahasa Indinesia. EYD ini
hendaknya menjadi acuan/patokan dalam berbahasa Indonesia agar tidak terjadi
kesalahan.
Penulisan Huruf
Abjad di Indonesia berjumlah 26 huruf
yang melambangkan bunyi-bunyi bahasa (fonem), terdiri dari 5 huruf vokal dan 21
huruf konsonan. Bahasa Indonesia juga mengenal gabungan huruf yang padu yang
lazim disebut Diftong. Jumlah diftong ada tiga yaitu ai, au, dan oi. Contoh
diftong antara lain : pantai, pukau dan amboi.
Huruf pada nama diri dan nama jenis
Nama diri adalah nomina khusus yang
mengacu ke nama geografi, nama orang atau lembaga, dan nama yang berhubungan
dengan waktu. nama diri ditulis dengan huruf kapital. Sedangkan nama jenis
merujuk kepada jenis tertentu secara umum. Di dalam pedoman EYD nama jenis yang
tergolong sebagai nomina umum ditulis dengan huruf kecil.
Nama diri yang diatur penulisannya dalam pedoman
umum EYD berhubungan dengan :
1. nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, dan
gelar keilmuan yang diikuti nama orang.
contoh kalimat:
a. Doktor Salim Said terkenal kritis dalam memberikan ulasan di
televisi.
b. Haji Agus Salim seorang pahlawan pendidikan.
2. nama jabatan pangkat yang diikuti nama orang,
instansi atau tempat
contoh kalimat:
a. Gubernur DKI Jakarta meresmikan pengunaan busway.
b. Kolonel Suparman berhasil mengungkap kasus korupsi kemarin.
3. nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
contoh kalimat:
a. Di penghujung tahun 2004 bangsa Indonesia mengalami bencana yang
amat besar.
b. Pulau Jawa terpadat penduduknya di Indonesia.
c. Bahasa Indonesia belum menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
4. nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa
sejarah
contoh kalimat:
a. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1343 Hijriah.
b. Dahulu pernah terjadi Perang Candu di negeri Cina.
5. nama khas geografi
contoh kalimat:
a. Salah satu daerah pariwisata di Sumatera adalah Danau Toba.
b. Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dihubungkan oleh Selat Sunda.
6. nama buku, majalah, surat kabar dan judul
karangan
contoh kalimat:
a. Ayu Utami mengarang novel Saman.
b. “Kiat Mengatasi Gejala Penyakit Kejiwaan”.
Huruf pada nama julukan atau sebutan
Nama julukan atau sebutan lain dari
sebuah nama diri diperlakukan sebagai nama diri dan dituliskan dengan huruf
awal kapital.
Contoh kalimat:
a. Dia tinggal di Bandung, yang mendapat julukan Kota Kembang
b. Aceh (Serambi Mekah) dikejutkan oleh peristiwa gempa bumi dan tsunami.
c. Dia lebih dikenal sebagai Pak Raden daripada Suryadi.
Kota Kembang, Serambi Mekah, dan pak
Raden dituliskan dengan huruf awal kapital karena digunakan sebagai pengganti
nama diri atau sebagai nama lain.
Huruf pada lambang bilangan
Angka digunakan untuk menuliskan lambing
bilangan atau nomor yang dinyatakan dengan angka Arab (1,2,3,4…) atau angka
Romawi (I,II,III,IV…). Kaidah penggunaan angka antara lain untuk:
1. menyatakan ukuran panjang, berat, luas dan isi.
Misalnya 5 meter, 2 ons dan 100 meter
2. menyatakan satuan waktu, misalnya 5 jam 30 menit
3. menyatakan nilai uang, misalnya Rp 5.000,00, US$ 2,500.00, 100 yen
4. menyatakan kuantitas, misalnya 30 persen, 27 murid
5. melambangkan nomor yang diperlukan pada alamat. Misalnya Cempaka Putih
Tengah IV, No. 53.
6. memberi nomor bagian karangan dan ayat suci,
misalnya :
Bab IX, subbab 13, halaman 366
Surat Al Ikhlas: 1 – 4
Kata Baku dan Tidak Baku
Sebuah kata dapat dinyatakan baku
apabila kata tersebut digunakan sebagian besar masyarakat dalam situasi
pemakaian bahasa yang bersifat resmi dan menjadi rujukan norma dalam
penggunaannya. Sementara itu, sebuah kata dinyatakan tidak baku apabila kata
itu menyimpang dari norma kosakata baku (misalnya munculnya unsur kedaerahan
atau penyerapan kata asing yang tidak mengikuti kaidah yang berlaku).
Contoh kosakata:
No.
|
Tidak Baku
|
Baku
|
1.
|
kwitansi
|
kuitansi
|
2.
|
telor
|
telur
|
3.
|
sistim
|
sistem
|
4.
|
tampal
|
tambal
|
5.
|
korsi
|
kursi
|
Kosakata baku memiliki tiga sifat, yakni
kebersisteman, kecendekiaan, dan keseragaman.
Kata Depan
Kata depan dalam bahasa Indonesia adalah
di, ke, dan dari. Kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Akan tetapi, dalam kenyataannya masih banyak pengguna bahasa yang kurang dapat
membedakan kata depan dengan awalan. Untuk mengatasi keraguan, pengguna bahasa
dapat menentukan kata depan atau awalan dengan cara berikut:
1. Jika bentuk kata “di” dapat digantikan oleh ”ke”
dan ”dari” atau sebaliknya, makna kata ”di” tersebut termasuk kata depan dan
harus dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
a. Di samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
b. Dari samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
Kata Ulang
Kata ulang adalah bentuk kata yang
dihasilkan dari proses perulangan dan dituliskan secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung. Menurut bentuknya kata ulang dibedakan menjadi empat
jenis yaitu sebagai berikut:
1. Kata ulang murni (perulangan kata dasar)
contoh: cepat-cepat, batuk-batuk, kadang-kadang.
2. Perulangan berubah bunyi
contoh: bolak-balik, compang-camping, tindak-tanduk
3. Perulangan berimbuhan
contoh: tolong-menolong, hormat-menghormati, keheran-heranan
4. Perulangan sebagian. Kata ulang ini dalam bahasa Indonesia
jumlahnya terbatas.
contoh: tetamu, lelaki, tetumbuhan.
Bentuk Singkatan dan Akronim
Singkatan adalah bentuk bahasa yang
dipendekkan dari kata atau kelompok kata yang terdiri atas satu huruf atau
lebih. Singkatan seperti itu banyak dijumpai pada nama diri, seperti nama
lembaga dan nama orang, serta kata-kata umum dalam bahasa Indonesia. Singkatan
tersebut dapat dituliskan dengan tanda titik atau tanpa tanda titik.
Contoh:
Singkatan tanpa tanda titik Singkatan
dengan tanda titik
BUMN Dr. Ir. Priyono (gelar di
depan)
PGRI Bustanuddin, S.S. (gelar di
belakang)
BP4 A. S. Nungcik (singkatan
nama di depan)
BP7 Emi A.T. (singkatan nama
di belakang)
Akronim merupakan singkatan dari deret
kata yang dapat berbentuk gabungan huruf, suku kata, atau gabungan huruf dan
suku kata. Hasil gabungan itu dianggap dan diperlakukan sebagai kata. Akronim
dapat dibedakan atas akronim nama diri dan akronim bukan nama diri. Akronim
yang berasal dari nama diri dituliskan dengan huruf awal kapital. Sedangkan
akronim yang bukan nama diri dituliskan dengan huruf kecil.
Contoh akronim nama diri:
Depkes (Departemen Kesehatan)
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat)
Contoh akronim bukan nama diri:
Amdal (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan)
Rapim (Rapat Pimpinan)
Waskat (Pengawasan Melekat)
Sejarah Ejaan Lama sampai Baru
Sebelum menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ada beberapa perubahan yaitu :
Ejaan Van Ophuijsen.
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama
adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan ini
digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh
orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan
tuturan Belanda, antara lain:
·
huruf
'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
·
huruf
'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer
(kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
·
tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah,
seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan
bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu
oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil
pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah
buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di
Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa
berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan
Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di
Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van
Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian
diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi
panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan
oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
Ejaan Republik.
Ejaan Republik (edjaan republik) adalah
ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan
ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan
Van Ophuijsen ialah:
·
huruf
'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
·
bunyi
hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan
'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
·
kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
·
awalan
'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun
1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri
Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam
bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri
menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan
kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah
ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan
ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan
bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama
tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh
para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun
1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam
istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober
1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975
memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987
tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya
peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
·
'tj'
menjadi 'c' : tjutji → cuci
·
'dj'
menjadi 'j' : djarak → jarak
·
'j'
menjadi 'y' : sajang → sayang
·
'nj'
menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
·
'sj'
menjadi 'sy' : sjarat → syarat
·
'ch'
menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di'
dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah",
"di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-'
pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi
"u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi
sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Pemakaian tanda baca
Pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan mencakup pengaturan (1) tanda titik, (2) tanda
koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda
pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung,
(11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda
ulang, (15) tanda garis miring dan (16) penyingkat (Apostrof).
1. Tanda titik
(.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:
1) W.S. Rendra
2) Abdul Hadi W.M.
b. Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan
Misalnya:
1) Dr. (doktor)
2) dr. (dokter)
c. Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk
memisahkan ribuan, jutaan dan seterusnya.
Misalnya:
1) Tebal buku itu 1.150 halaman.
2) Minyak tanah sebanyak 2.500 liter tumpah
2. Tanda koma
Ada kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan
dan kapan tanda koma tidak digunakan.
a. Tanda koma harus digunakan diantara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
b. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului dengan
kata tetapi, melainkandan sedangkan.
c. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan
anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak kalimat tersebut mendahului induk
kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata penghubung bahwa,
karena, agar, sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipun dan
sebagainya.
3. Tanda titik
koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti
kata penghubung.
Misalnya :
Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh;
para pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya; para penyandang dana
menyediakan biaya yang diperlukan
4. Tanda titik
dua (: )
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu
perrnyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan : Sekolah
Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum
b. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian
atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri permyataan.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai Sekolah Tinggi Teknik,
Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum.
5. Tanda hubung
( – )
a. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas
hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:
Tigapuluh-dua-pertiga (30 2/3) dan tigapuluhdua-
pertiga (32/3)
Mesin-potong tangan (mesin potong yang digunakan dengan
tangan) mesin potong-tangan (mesin khusus untuk memotong
tangan).
b. Tanda hubung dipakai
untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan –andan
(d) singkatan huruf dengan imbuhan atau kata.
6. Tanda pisah
(-)
Tanda pisah membatasi penyisipan kata
atau kalimat yang memberi penjelasan khusus diluar bangun kalimat, menegaskan
adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas
dan dipakai di antara dua bilangan atau tunggal yang berarti ‘sampai dengan’
atau diantara dua nama kota yang berarti ‘ke’ atau ‘sampai’. Panjangnya dua
ketukan.
Misalnya:
1) Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh
bangsa itu sendiri.
2) Pemerintah Orde Baru tahun 1966-sekarang.
3) Bus Kramajati jurusan Banjar-Jakarta.
4) (Moeliono,1980:15-31)
7. Tanda petik
(“_”)
Tanda
petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah
yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
Misalnya:
1) Kata Hasan, “Saya ikut.”
2) Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar.
3) Ia memakai celana “cutbrai.”
8. Tanda petik
tunggal (‘_’)
Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau
penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Lailtul Qadar ‘malam bernilai’
9. Tanda Elipsis
(…)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus
Misalnya:
Kalau begitu …ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu
kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan …akan diteliti lebih lanjut.
10. Tanda Tanya (?)
a. Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat
tanya.
b. Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
1) Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
2) Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
11. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan
yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
1) Alangkah seramnya peristiwa itu!
2) Bersihkan kamar itu sekarang juga!
12. Tanda Kurung ((…))
a. Tanda kurung yang mengapit tambahan
keterangan atau penjelasan.
b. Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang
bukan bagian integral pokok pembicaraan.
13. Tanda Kurung Siku ([...])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan
itu memang terdapat di dalam naskah asli.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam
kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
14. Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring dipakai didalam nomor
surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam
dua tahun takwim.
15. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
Tanda penyingkat menunjukkan
penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
SUMBER :
·
http://dutapraja.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-ejaan-lama-hingga-menjadi-ejaan.html
·
http://danarnoor.blogspot.co.id/2014/11/tanda-baca-eyd-ejaan-yang-disempurnakan.html
·
http://darkzone7.blogspot.co.id/2013/10/eyd-dan-tanda-baca.html